Friday, November 25, 2005

Mafia Berkeley dan Kemben Tiffana Dewi (bag. 6)

Pertumbuhan Ekonomi Berbasis Utang

Ekonomi dipompa dengan daya beli yang tidak berasal dari daya beli rakyat yang diraup melalui pajak. Jelas ada pajak, tetapi sebagian besar dipakai untuk pembiayaan rutin. Jadi utang luar negeri adalah dana segar yang tanpa meraup dari rakyat diinjeksikan ke dalam perekonomian melalui pembangunan besar-besaran oleh pemerintah. Kegiatan ekonomi utama adalah pemerintah. Dengan daya beli yang meningkat konsumi meningkat, produksi meningkat, investasi meningkat dan seterusnya, sehingga selama Orde Baru pertumbuhan ekonomi rata-rata 7 % selama periode yang panjang itu. Menakjubkan.

Tetapi utangnya juga meningkat terus. Investasi yang melebihi tabungan dan karena itu dibiayai oleh utang luar negeri selalu mengakibatkan defisit dari transaksi berjalan. Maka transaksi berjalan selalu defisit. Kekurangan cadangan devisa ditutup dengan masuknya modal asing. Jadi defisit dalam current account ditutup dengan masuknya modal dalam capital account. Ini boleh-boleh saja kalau mengerti batasnya, atau kalau negara stabil terus sehingga kemungkinan larinya modal asing nihil. Para teknokrat itu nampaknya tidak mengerti. Utang luar negeri setiap tahun ditambah terus. Maka kemungkinan melakukan pembayaran dari perolehan devisa dari surplus ekspor minus impor negatif.
Dengan sendirinya ukuran tentang kemampuan membayar utang luar negeri yang dinyatakan dalam perbandingan antara perolehan devisa dan pembayarannya dinyatakan dengan istilah debt service ratio. Ini adalah perbandingan antara perolehan devisa dengan yang harus dipakai untuk membayar utang luar negeri yang jatuh tempo. Ukuran yang dianggap aman secara internasional adalah 20 %. Tetapi ketika angkanya sudah jauh melampui 20 %, para ekonom Berkeley Mafia itu berganti ukuran, yaitu jumlah utang luar negeri dinyatakan dalam persen dari PDB. Karuan saja terus menurun tajam. Berkeley Mafia selalu main-main dengan trik-trik yang sifatnya mengelabui rakyat. Apakah mereka sengaja jahat? Saya kira tidak. Mereka hanya bodoh saja, dan eksistensinya tergantung pada kekuatan asing yang terorganisir rapi. Ada CGI, Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, IMF, Paris Club, London Club. Kesemuanya ini bersatu mengepung ekonomi Indonesia.
Namun Berkeley Mafia dengan segala senang hati menyediakan diri. Mereka bahkan menguasai Soeharto dengan cara selalu menyuruh kekuatan asing ini yang berbicara keras dan menakut-nakuti pak Harto.
Karena pak Harto dasarnya memang tidak tahu tentang ekonomi, dia nurut saja. Apalagi karena di bawah pimpinannya RI mengalami booming ekonomi yang disebut sebagai macan Asia dan keajaiban ekonomi. Sebutan ini juga diciptakan oleh kekuatan asing yang meninabobokkan Indonesia terhadap bahaya utang luar negeri. Seperti dikatakan tadi, bahayanya adalah kalau terjadi keguncangan kepercayaan, modal yang demikian besarnya ditanam di Indonesia lari mendadak. Nilai rupiah ambruk. Kredit dalam valuta asing yang juga sengaja dibuat liberal tanpa kendali banyak yang ditanam dalam saham-saham, bukan FDI. Maka larilah modal itu, ambruk nilai rupiah dan hancur berantakan perbankannya.
Kekuatan asing lihai. Memang ini yang diinginkan supaya Indonesia tidak mampu membayar utangnya, sehingga terpaksa minta penundaan pembayarannya. Penundaan pembayaran ini prosesnya sulit, yaitu melalui Paris Club. Indonesia dalam zaman reformasi saja sudah tiga kali
minta pengunduran pembayaran utang karena tidak mampu. Selalu diberi, tetapi bunganya tidak boleh. Hanya dalam penjadwalan terakhir bunganyapun ditunda pembayarannya. Tetapi tidak dihapus. Bunganya menjadi tambahan dari utang pokok, sehingga utangnya menggelembung. Setelah modal luar negeri lari seperti yang digambarkan tadi, dampaknya adalah hancur leburnya nilai rupiah. Banyak utang luar negeri membengkak dalam rupiah.

No comments: