Ini merupakan fakta sejarah, dan setiap orang yang hidup pada masa penjajahan Jepang itu

telah merasakan bahwa penjajahan menyisakan cerita duka dan duka. Termasuk seorang pemuda yang tinggal di pelosok pedalaman kampung mengisahkan pengalaman pribadinya pada waktu itu yang tak mungkin terlupakan selamanya. Walau pada masa itu hidupnya begitu memprihatinkan, tapi bukan berarti keinginan untuk mempersunting pujaan hatinya harus dibaikan. Dengan persiapan yang serba kekurangan akhirnya pesta pernikahan dengan pujaan hatinya dapat terselenggara walau sangat sederhana.
Pesta hajatan yang dihadiri oleh kerabat terdekat telah usai, maka tibalah pada babak selanjutnya yaitu memasuki acara malam pertamanya sebagai pasangan suami-istri. Bahwa malam pertama adalah malam yang sangat dinanti-nantikan oleh semua orang. Jikalah bisa dipinta, maka tentunya semua orang berharap malam pertama itu tidak pernah berakhirkan siang. Wajar saja jika pemuda itu dengan suka cita menyambut malam pertamanya. Harapannya malam itu akan dilaluinya dengan sempurna. Tapi apa lacur? Ada pepatah yang mengatakan mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Pada malam pertama itu, telah terjadi tragedi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sejatinya malam itu akan dilalui bersama itri terkasihnya dengan kegembiraan yang sangat, tapi ternyata tiba-tiba istrinya sontak jatuh pingsang.
Pemuda yang lugu itu dengan wajah pucat pasi memandangi istrinya. Ada seribu satu pertanyaan yang menghampiri pikirannya. Ada gerangan apa yang menimpa istrinya itu. Padahal dia merasa belum melakukan apa-apa terhadap istrinya. Sambil merenung dan menerawang jauh untuk mencari tahu sebabnya, tiba-tiba dia menemukan jawabannya setelah memperhatikan CD under wear yang dikenakannya yang terbuat dari bekas karung terigu itu, tampak bagian depannya bertuliskan: Berat Netto 50 Kg.
No comments:
Post a Comment