Wednesday, April 26, 2006

Tragedi Malam Pertama (bag.1)

Oleh: Absar Jannatin (alumni STAN 83)

Penjajahan di muka bumi harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan prikemanusian dan prikeadilan. Demikian mukadimah konstitusi kita. Asal-usul munculnya pernyataan seperti ini tidak serta merta, karena dia berlandaskan pada pada kenyataan pahit yang telah dialami oleh bangsa kita berabad-abad yang silam. Bahwa tanah air kita yang tercinta ini, telah menjadi daerah koloni yang nyaman bagi bangsa-bangsa yang lain. Tercatat ada empat bangsa yang telah mencengkramkan kuku penjajahnya di tanah ibu pertiwi ini. Mulai dari bangsa Portugis, Belanda, Inggris, dan bangsa Jepang. Baru pada tahun 1945, bangsa kita bisa memprolakmirkan kemerdekaannya.

Dari literatur yang ada, istilah kolonialisme adalah pengembangan kekuasaan sebuah negara atas wilayah dan manusia di luar batas negaranya, seringkali untuk mencari dominasi ekonomi dari sumber daya, tenaga kerja, dan pasar wilayah tersebut. Istilah ini juga menunjuk kepada suatu himpunan keyakinan yang digunakan untuk melegitimasikan atau mempromosikan sistem ini, terutama kepercayaan bahwa moral dari pengkoloni lebih hebat ketimbang yang dikolonikan. Pendukung dari kolonialisme berpendapat bahwa hukum kolonial menguntungkan negara yang dikolonikan dengan mengembangkan infrastruktur ekonomi dan politik yang dibutuhkan untuk pemodernisasian dan demokrasi. Mereka menunjuk ke bekas koloni seperti AS, Australia, Selandia Baru, Hong Kong dan Singapura sebagai contoh sukses pasca-kolonialisme. Peneori ketergantungan seperti Andre Gunder Frank, berpendapat bahwa kolonialisme sebenarnya menuju ke pemindahan kekayaan dari daerah yang dikolonisasi ke daerah pengkolonisasi, dan menghambat kesuksesan pengembangan ekonomi. Pengkritik post-kolonialisme seperti Franz Fanon berpendapat bahwa kolonialisme merusak politik, psikologi, dan moral negara terkolonisasi. Penulis dan politikus India Arundhati Roy berkata bahwa perdebatan antara pro dan kontra dari kolonialisme/imperialisme adalah seperti "mendebatkan pro dan kontra pemerkosaan".

Lalu pertanyaan yang muncul kemudian, apakah setelah tahun 1945 bangsa kita telah lepas dari belenggu penjajahan? Ternyata tidak semua dari rakyat Indenesia yang sepakat bahwa bangsa Indonesia benar-benar telah merdeka. Masih ada yang menyangsikannya dengan menunjukkan fakta-fakta yang ada dan merujuk pada teori neokolonialisme dan neoimperialisme. Kenyataannya penjajahan itu dalam perjalanannya telah berubah wujud. Penjajahan secara cermat melakukan inovasi dan improvisasi di sana-sini sehingga bisa diterima oleh bangsa-bangsa yang hendak dijajahnya. Jika teori ini benar, maka mungkin ada benarnya jika muncul pernyataan bahwa bangsa Indonesia dijajah oleh barat hingga akhir jaman nanti.

Tragedi Malam Pertama (bag.2 )

Boleh jadi karena terlalu lama dijajah oleh penjajah asing maupun oleh bangsa sendiri, kita sulit melepaskan diri dari budaya dan mental penjajahan. Yang kuat selalu ingin dan berlagak menjajah yang lemah. Sebaliknya yang lemah selalu menerima nasib diri untuk dijajah atau menjilat yang kuat. Yang tidak puas dan punya kekuatan tanggung akan mencoba melakukan perlawanan alias melakukan pemberontakan.

Maka dari dulu, bangsa kita khususnya dalam kaitan kekuasaan sepertinya hanya memiliki tiga karakter utama: karakter penjajah, karakter rakyat jajahan, dan karakter pemberontak. Mereka yang memiliki karakter penjajah biasanya segera dapat dilihat dari sikap serakah, arogansi, suka memaksa, dan sewenang-wenang. Sedangkan karakter rakyat yang terjajah, terlihat dari cirinya yang serba tidak berdaya; yang licik menjilat, yang pengecut cari muka. Sementara karakter pemberontak mencuat melalui perilaku emosional, nekat, dan membabibuta. Masing-masing karakter itu bisa ada pada siapa saja dalam kedudukan apa saja. Karakter penjajah, misalnya, tidak harus ada pada mereka yang berkuasa dalam pemerintahan; karena karakter itu pada hakikatnya muncul akibat ketidakmampuan melawan penjajahan dari nafsu berkuasa.

Sedikit kekuasaan yang ada, sudah cukup membuat yang bersangkutan berkelakuan penjajah. Lihatlah, misalnya, suami yang menjadi penjajah atas istri dan anak-anaknya; guru yang menjajah murid-muridnya atau pemuka agama yang sewenang-wenang terhadap pengikutnya; sopir angkutan umum yang merajalela di jalanan bak penguasa jalanan; pemimpin partai yang menjadi penjajah atas anggota-anggota partainya; para elit politik yang membohongi dan membodohi rakyat; massa yang memaksakan kehendak di jalanan, dsb.

Apapun argumennya, yang pasti penjajahan itu akan meninggalkan sejarah yang kelam. Penjajahan meninggalkan torehan luka yang dalam pada orang-orang atau bangsa yang dijajahnya.Termasuk juga Jepang salah satu bangsa yang pernah menjajah Indonesia pada periode tahun 1942-1945. Sejarah telah mencatat ketika masa itu rakyat begitu menderita karena harus ikut romusha alias kerja paksa. Sandang, pangan, dan obat-obatan sulit didapatkan. Makanan yang dikonsumsi sehari-hari berupa nasi tiwul dan nasi jagung tanpa lauk. Begitu pula dengan sandang, rakyat sangat sulit mendapatkan pakaian yang layak, sehingga banyak rakyat memakai pakain luar maupun dalam yang bahannya terbuat dari karung goni atau karung terigu bekas.

Tragedi Malam Pertama (bag.3 - habis)

Ini merupakan fakta sejarah, dan setiap orang yang hidup pada masa penjajahan Jepang itu telah merasakan bahwa penjajahan menyisakan cerita duka dan duka. Termasuk seorang pemuda yang tinggal di pelosok pedalaman kampung mengisahkan pengalaman pribadinya pada waktu itu yang tak mungkin terlupakan selamanya. Walau pada masa itu hidupnya begitu memprihatinkan, tapi bukan berarti keinginan untuk mempersunting pujaan hatinya harus dibaikan. Dengan persiapan yang serba kekurangan akhirnya pesta pernikahan dengan pujaan hatinya dapat terselenggara walau sangat sederhana.

Pesta hajatan yang dihadiri oleh kerabat terdekat telah usai, maka tibalah pada babak selanjutnya yaitu memasuki acara malam pertamanya sebagai pasangan suami-istri. Bahwa malam pertama adalah malam yang sangat dinanti-nantikan oleh semua orang. Jikalah bisa dipinta, maka tentunya semua orang berharap malam pertama itu tidak pernah berakhirkan siang. Wajar saja jika pemuda itu dengan suka cita menyambut malam pertamanya. Harapannya malam itu akan dilaluinya dengan sempurna. Tapi apa lacur? Ada pepatah yang mengatakan mujur tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Pada malam pertama itu, telah terjadi tragedi yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Sejatinya malam itu akan dilalui bersama itri terkasihnya dengan kegembiraan yang sangat, tapi ternyata tiba-tiba istrinya sontak jatuh pingsang.

Pemuda yang lugu itu dengan wajah pucat pasi memandangi istrinya. Ada seribu satu pertanyaan yang menghampiri pikirannya. Ada gerangan apa yang menimpa istrinya itu. Padahal dia merasa belum melakukan apa-apa terhadap istrinya. Sambil merenung dan menerawang jauh untuk mencari tahu sebabnya, tiba-tiba dia menemukan jawabannya setelah memperhatikan CD under wear yang dikenakannya yang terbuat dari bekas karung terigu itu, tampak bagian depannya bertuliskan: Berat Netto 50 Kg.

Bertemu Tina Sihombing dan Wawan Tunjung

Beberapa saat yang lalu, ketika sedang berkunjung di sebuah kantor pemerintah yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto, saya secara tidak sengaja berpapasan dengan Tina Sihombing.
Ketika yang bersangkutan saya sapa, Si Tina keheranan. Mahluk darimana ini yang sok akrab, berani-beraninya menyapa saya. Mungkin demikian yang ada dalam pikiran Tina ketika itu.
Bahkan ketika ada kesempatan untuk menjelaskan kepada Tina bahwa saya adalah teman se-sekolah tinggi lebih dari 20 tahun yang lalu di Purnawarman, Si Tina masih berpikir keras untuk mengingat-ingat saya. Saya memaklumi diri bahwa saya kurang 'gaul' sewaktu kuliah dulu sehingga sulit bagi Tina untuk mengenali saya.

Untunglah tidak begitu lama, rekan kita angkatan STAN83 yang lain, Wawan Tunjung Guitajaya yang ganteng muncul from somewhere. Dari respon Wawan yang mengenali saya, mungkin Tina akhirnya menjadi yakin bahwa saya adalah betul alumni STAN angkatan 83. Bukan alien atau salesman yang sedang mengaku-aku teman dan berlaku sok akrab :-P
Kami sempat mengobrol sesaat saling bertukar kabar.
Wawan dan Tina beruntung karena mereka tidak hanya sekantor, tetapi bahkan meja kerja merekapun berdampingan. Sehingga mereka bisa bernostalgia setiap hari.
Terimakasih kepada Nokia 6230 yang memungkinkan saya bisa menghadirkan foto mereka dalam blog ini.

Salam,



arispria
pemburu alumni

Thursday, April 06, 2006

Reportase Pertemuan di Restoran Samudra


Akhirnya pertemuan akbar yang telah lama direncanakan terealisasi pada hari Rabu Malam di Resto 'all you can eat' Samudra Kuningan.
Tempat duduk sudah di reserve oleh tuan rumah sebanyak 10 orang.
Saya sebagai reporter blog, datang pukul 07.30.
Pak Toto via sms mempersila saya untuk langsung saja rebus-rebus sukiyaki, sambil menunggu Beliau menyelesaikan meeting. Saya jawab, "Nanti saja Pak, enakan rame-rame". Tak berselang lama Boss Absar muncul dengan membawa segepok proposal matang yang disimpan dalam pikirannya. :-)
Sambil menunggu Pak Toto, kita memainkan ponsel mencoba mengundang dan mengkonfirmasi kehadiran rekan-rekan yang lain.
Saya coba menghubungi Pak Uud (sebelumnya saya sudah ber-sms ria). Beliau mohon maaf tidak bisa hadir karena sedang 'gelisah' menunggu kepastian tempat kerja yang baru.
Kemudian saya mengkontak Pak Agung Krishartanto (sebelumnya saya juga sudah ber-sms). Pak Agung belum bisa memberikan jawaban pasti, karena masih dalam perjalanan ke rumah.
Pak Simon Silalahi, coba saya kontak. Beliau masih sibuk bekerja di kantor.
Alamak..... ternyata Pak Simon tidak tahu ada pertemuan tersebut karena belum menjadi anggota milis. Selama berkomunikasi dengan Pak Simon saya menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tetapi anehnya Pak Simon meresponnya dengan 'Boso Jowo' yang bener. ;-)
Setelah itu saya sms Pak Lubis. Beliau sedang mengikuti atau memberikan kuliah (?) di daerah Salemba. Pak Lubis mengusahakan akan hadir bila memungkinkan.
Perlu juga saya sampaikan. Sore hari sebelum keberangkatan ke Resto, saya sudah kontak Pak Bagus untuk mengkonfirmasi kedatangannya. Ternyata Beliau telah salingkontak dengan Pak Catur dan Pak Tri Agung. Dengan sangat menyesal Pak Bagus memberitahukan bahwa yang bersangkutan plus Pak Catur dan Pak Agung, kali ini tidak dapat hadir juga.
Sementara itu Pak Absar sibuk menghubungi Pak Pahala, Pak Yus Zazuli dan Pak Adi (Geng Citos) tapi ketiganya tidak mengangkat handphone mereka. Mungkin sedang 'night meeting'. Ketika menghubungi Pak Hesti. Kita baru tahu bahwa Pak Hesti sedang berada di Cengkareng pesawatnya sedang landing dan akan berusaha keras untuk bergabung.
Pada saat kita sedang sibuk kontak, Pak Toto datang.
Akhirnya acara dinner dimulai dengan diselingi presentasi proposal bisnis oleh Bos Absar. Mengingat proposal bisnis tersebut sangat penting dan sifatnya 'confidential', saya tidak mungkin melaporkan dalam reportase ini.
Sampai dengan acara berakhir, hanya kami 'the three musketeers' yang tetap tinggal di tempat sampai restorannya tutup.
Dengan sangat menyesal dan mohon mangap, kami bertiga akhirnya menikmati santap malam yang sejatinya untuk jatah sepuluh orang.
Jangan kawatir, acara kumpul bareng ini saya yakin bukan peristiwa terakhir.
Masih ditunggu kesediaan rekan milis yang lain untuk menjadi volunteer sebagai tuan rumah suatu saat nanti.

rgds,

arispria
reporter blog

Tuesday, April 04, 2006

Pak Bambang "Sabar" Irawan


Sebagaimana saya ceritakan dalam posting di Milis, saya bertemu dengan Pak Bambang Irawan dalam suatu acara kondangan.
Beliau baru saja sembuh dari mild stroke dan sekarang sedang menjalani terapi.
Beliau juga sedang menunggu kelahiran anak yang ke-4.
Sedangkan aktivitasnya sekarang adalah bergiat di Yayasan Lembaga Konsumen Muslim (YLKM) sebagai Ketuanya. Lembaga ini sedang berjuang menyadarkan masyarakat mengenai kehalalan makanan. Berikut saya kutipkan komentarnya yang dimuat di situs era muslim.

----------- dibusek -----------------------

"Hal serupa juga diungkapkan oleh Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Muslim (YLKM), Bambang Sabar Irawan. Di samping itu, menurut Bambang, perhatian pemerintah untuk memberikan penyadaran pada masyarakat soal makanan halal ini juga masih rendah. Ini bisa terlihat dari peraturan labelisasi halal yang sifatnya masih sukarela, belum menjadi kewajiban. "Hak asasi konsumen Muslim belum dihormati," katanya.

Bambang mengungkapkan, desakan agar labelisasi halal menjadi kewajiban bagi para produsen makanan dan minuman, sudah diajukan ke DPR sejak tahun 1994. Tapi tidak mendapat tanggapan."

---------------- dibusek -----------------------

Selamat berjuang Pak. Tetapi harap tetap "Sabar", sesuai sebutan yang melekat pada nama Bapak. :-)

Ade Sinaga di Lapangan Banteng


Beberapa waktu yang lalu saya bertemu Ade Sinaga di lapangan Banteng.
Saya minta yang bersangkutan berpose untuk dimasukkan gambarnya ke blog.
Pada awalnya si Ade bingung. Begitu ketemu kok tiba-tiba diminta berpose.